bagaimana sistem perekonomian kesultanan jambi
Sejarah
ucindi
Pertanyaan
bagaimana sistem perekonomian kesultanan jambi
1 Jawaban
-
1. Jawaban linahajarotulap39r3g
Menurut buku Perkembangan Ekonomi Masyarakat Daerah Jambi: Studi Pada Masa Kolonial (2001), sifat hubungan hulu dan hilir atau gerak horisontal barat ke timur sangat mendominasi pertumbuhan dan perkembangan berbagai aspek kehidupan dalam politik, ekonomi, ataupun kebudayaan di wilayah Jambi. Hal ini dapat dilihat dari erat dan dinamisnya hubungan antara kota-kota hulu, misalnya Padang Roco, Muaro Tebo, Muaro Bungo, Muaro Tembesi, Muaro Bulian, Jambi, Muaro Jambi, Simpang, Muaro Zabak, Kualo Tungkal, perairan Riau, Selat Malaka, Jawa, Asia Timur, dan Asia Selatan khususnya India. Kebutuhan hulu dan hilir dilaksanakan dengan barter, misalnya kain sutera, keramik, tekstil dari Cina atau India, dengan hasil dari Kepulauan Indonesia berupa rempah-rempah, kayu wangi, dan lain-lain sehingga menimbulkan sistem perdagangan dari yang tradisional sampai modern (Budihardjo, 2001:38). Potensi hulu dimanfaatkan oleh Kesultanan Jambi untuk membangun mitra perdagangan. Tercatat pada pertengahan tahun 1550-an hingga akhir abad ke-17, Kesultanan Jambi melakukan perdagangan lada yang menguntungkan. Pada mulanya perdagangan dilakukan dengan orang-orang Portugis dan sejak 1615 dengan perusahaan dagang Inggris dan Hindia Timur Belanda. Sebuah perdagangan di mana orang-orang Cina, Melayu, Makassar, dan Jawa juga terlibat (Locher-Scholten, 2008:43). Lewat perdagangan ini para Sultan Jambi memperoleh keuntungan yang sangat berlimpah.

Selain itu tipologi daerah di Kesultanan Jambi ditandai dengan dukungan sungai besar Batanghari dengan anak-anak sungainya, yaitu Batang Tembesi, Batang Merangin, Batang Asai, Batang Tabir, Batang Tebo, Batang Bungo, Batang Ule (Alai), Batang Jujuhan, dan Batang Siau. Kesembilan sungai ini juga mempunyai nama lain, yaitu: Batang Merangin, Batang Masumai, Batang Tabir, Batang Pelepat, Batang Senamat, Batang Tebo, Batang Bungo, Batang Jujuhan, dan Batang Abuan Tungkal. Kesembilan daerah aliran sungai ini disebut dengan ”sembilan lurah“ (negeri). Oleh karena itu daerah Kesultanan Jambi disebut juga dengan ”Pucuk Jambi Sembilan Lurah“. Di kawasan “sembilan lurah” ini telah terjadi aktivitas sosial-ekonomi yang didukung oleh potensi dari daerah pedalaman. Dukungan para kepala elite lokal yang menguasai tiap lurah dengan sebutan depati, membuat terbukanya potensi perdagangan antara Jambi dengan pihak luar. Perairan yang lebar dengan sungai yang dalam menciptakan daerah pemukiman padat di sepanjang aliran sungai dan meninggalkan temuan-temuan arkeologis berupa lebih dari 149 bekas pemukiman kuno maupun 70 situs purbakala (Budihardjo, 2001:39-40).